NAMA lengkap al-Biruni
adalah Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad al-Khawarizmi al-Biruni. Saintis
ensiklopedis abad ke-9 ini dilahirkan di kota Khawarizmi, salah satu kota di
wilayah Uzbekistan pada tahun 362 H (973 M). Adapun nama Al-Biruni berasal dari
kata Birun dalam bahasa Persia yang berarti kota pinggiran. Dinamakan demikian
karena tanah kelahirannya terletak di pinggiran kota Kats yang merupakan pusat
kota Khwarizm. Kota tersebut memang dahulu dikenal termasuk wilayah Persia.
Sehingga, al-Biruni biasanya dikenal ilmuan dari Persia Timur.
Tradisi dan lingkungan di
negeri al-Biruni mempengaruhi karakter dan keilmuannya. Pada waktu itu,
merupakan masa-masa emas bidang sains Islam di wilayah Asia Tengah.
Ia hidup sezaman dengan Abu Nashr Manshur,
astronom kenamaan asal Khurasan yang menguasai karya-karya klasik Yunani
seperti Ptolomeus dan Menelaus. Al-Biruni bahkan pernah belajar langsung ilmu
astronomi kepadanya. Gurunya Abu Nashr Manshur meskipun seorang pengkaji
filsafat Yunani, akan tetapi framework pemikirannya tidak terpengaruh oleh
filsafat paripatetik Yunani.
Frame ini diajarkannya kepada al-Biruni. Makanya al-Biruni dikenal
cukup keras dan lugas menyikapi fenomena filsafat paripatetik Yunani. Dengan
ajaran Gurunya itu, al-Biruni tampil sebagai kritikus yang keras terhadap
filsafat Yunani. Ia pernah berkorespondensi dengan Ibn Sina, mendiskusikan
tentang filsafat dan pengaruhnya terhadap cendekiawan muslim waktu itu (Sains
dan Peradaban di Dalam Islam, halaman 115). Selain
sezaman dengan dua ilmuan tersebut, al-Biruni juga semasa dengan al-Haitsam,
seorang ilmuan muslim ahli fisika.
Ia termasuk ilmuan yang memiliki modal kecerdasan
matematis. Al-Biruni senantiasa menolak segala asumsi yang lahir dari khayalan.
Pemikirannya logis, tapi tidak pernah menafikan teologi. Al-Biruni adalah
pelopor metode eksperimental ilmiah dalam bidang mekanika, astronomi, bahkan
psikologi. Ia menghendaki agar setiap teori dilahirkan dari eksperimen dan
bukan sebaliknya.
Al-Biruni termasuk saintis esiklopedis, karena
pakar dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Memang tradisi para cendekiawan
muslim dahulu adalah mereka tidak cukup puas menguasai dalam satu bidang ilmu
saja. Al-Biruni selain dikenal sebagai seorang ahli matematika, juga menguasai
bidang-bidang sains lainnya.
Sepanjang hidupnya, al-Biruni telah menghasilkan karya tidak kurang dari 146 buku (sebagian ahli bahkan mengatakan bahwa al-Biruni telah menulis 180 buku). Kebanyakan merupakan karya bidang astronomi yakni ada sekitar 35. Sisanya buku tentang astrologi, geografi, farmakologi, matematika, filsafat, agama, dan sejarah.
Bidang sains yang dikuasainya adalah astronomi, geodesi, fisika, kimia, biologi, dan farmakologi. Selain itu ia juga terkenal sebagai peneliti bidang filsafat, sejarah, sosiologi dan ilmu perbandingan agama. Tentang bidang sosial ini al-Biruni mendapat gelar seorang antropolog, karena penelitiannya yang serius tentang kehidupan keagamaan orang India.
Sepanjang hidupnya, al-Biruni telah menghasilkan karya tidak kurang dari 146 buku (sebagian ahli bahkan mengatakan bahwa al-Biruni telah menulis 180 buku). Kebanyakan merupakan karya bidang astronomi yakni ada sekitar 35. Sisanya buku tentang astrologi, geografi, farmakologi, matematika, filsafat, agama, dan sejarah.
Bidang sains yang dikuasainya adalah astronomi, geodesi, fisika, kimia, biologi, dan farmakologi. Selain itu ia juga terkenal sebagai peneliti bidang filsafat, sejarah, sosiologi dan ilmu perbandingan agama. Tentang bidang sosial ini al-Biruni mendapat gelar seorang antropolog, karena penelitiannya yang serius tentang kehidupan keagamaan orang India.
Hasil risetnya dibukukan dengan judul Tahqiq
maa lii al-Hindi min Maqulah Maqbulah fi Al-‘Aqli aw Mardzwilah dan Tarikh al-Hindi.
Di antara pencapaian intelektualnya tersebut,
peletakan dasaar-dasar trigonometri merupakan prestasi besar al-Biruni di
bidang matematika. Trigonometri adalah cabang ilmu matematika yang membahas
tentang sudut segitiga.
Di dalamnya terdapat istilah-istilah
trigonometrik, yaitu sinus, cosinus, dan tangen. Dasar-dasar dari teori trigonometrik ini ternyata
telah lama dikenal oleh ilmuan muslim terdahulu abad kesembilan Masehi.
Al-Biruni dikenal sebagai matematikawan pertama di dunia yang membangun
dasar-dasar trigonometri.
Landasan-landasan trigonometrik tersebut kemudian
dikembangkan ilmuan Barat. Dan diaplikasikan ke dalam beberapa cabang ilmu,
seperti astronomi, arsitektur, dan fisika. Al-Biruni sendiri pernah
mengaplikasikannya secara matematik untuk membolehkan arah kiblat ditentukan
dari mana-mana tempat di dunia.
Meskipun ilmu trigonometri telah dikenal di
Yunani, akan tetapi pematangannya ada di tangan al-Biruni. Ia mengembangkan
teori trigonometri berdasarkan pada teori Ptolemeus. Hukum Sinus (The
Sine Law) adalah temuannya yang memperbaiki teori
Ptolemeus.
Hukum ini merupakan teori yang melampaui
zamannya. Seperti yang popular dalam trigonometri modern terdapat hukum sinus.
Hukum sinus ialah pernyataan tentang sudut segitiga. Rumus ini berguna
menghitung sisi yang tersisa dari segitiga dari 2 sudut dan 1 sisinya
diketahui.
Prestasi al-Biruni lebih diakui daripada
Ptolemeus karena dua alasan:
Pertama, teorinya telah memakai sinus sedangkan Ptolemeus masih
sederhana, yaitu menggunakan tali atau penghubung dua titik di lingkaran (chord).
Kedua, teori
trigonometri al-Biruni dan para saintis muslim penerusnya itu menggunakan
bentuk aljabar sebagai pengganti bentuk geometris.
Rumus sinus dinyatakan rumus praktis dan lebih
cainggih. Menggunakan logika matematika modern dan sangat dibutuhkan dalam
perhitungan-perhitungan rumit tentang sebuah bangunan. Dunia arsitektur sangat
memanfaatkannya untuk mengukur sudut-sudut bangunan. Ilmu astronomi juga
diuntungkan. Dalam tradisi Islam, dimanfaatkan dalam ilmu falak, penghitungan
bulan dan hari.
Penggunaan aljabar dalam teori trigonometri
al-Biruni sangat dimungkinkan menggunakan teori aljabar Al-Khawrizmi, seorang
matematikawan muslim asal Khawarizm. Ia merupakan generasi matematikawan asal
Khurasan sebelum al-Biruni.
Menurut Raghib al-Sirjani, ilmu aljabar
Al-Khawarizmi tidak hanya menginspirasi matematikawan Khurasan dan sekitarnya,
seperti Abu Kamil Syuja al-Mishri, al-Khurakhi dan Umar Khayyam saja, akan
tetapi karya agungnya Al-Jabar wa Muqabalah menjadi buku induk di universitas Eropa. Dan al-Biruni termasuk saintis
pengkaji temuan Al-Khawarizmi tersebut. Makanya, teori trigonometri modern al-Biruni sesungguhnya
sangat berjasa terhadap ilmu aljabar Al-Khawarizmi. Sebab, berkat temuan
al-Khawarizmi terutama temuannya tentang angka nol, al-Biruni mampu mengangkat
ilmu trigonometri Ptolemeus menjadi teori yang berpengaruh hingga era
matematika modern saat ini.
Al-Biruni juga menjelaskan sudut-sudut istimewa
dalam segitiga, seperti 0, 30, 45, 60, 90. Penemuan ini tentu sangat memberi
kontribusi terhadap ilmu-ilmu lainnya. Seperti ilmu fisika, astronomi dan geografi.
Karena memang ilmu matematika merupakan dasar dari ilmu-ilmu astronomi dan
fisika.
Oleh sebab itu, teori Ptolemeus sesunggunya masih
sederhana dan belum bisa dikatakan sebagai trigonometri dalam ilmu matematika
modern. Hukum sinus itulah merupakan hukum matematika penting dalam ilmu
trigonometri.
Teori ini memberi kontribusi yang cukup besar
terhadap pengembangan ilmu yang lain. Ia telah menggunakan kaedah penetapan
longtitude untuk membolehkan arah kiblat ditentukan dari mana-mana tempat di
dunia.
Di saat ia mencapai kematangan intelektual,
al-Biruni banyak didukung oleh para sultan dan penguasa untuk mengembangkan
keilmuannya untuk bidang astronomi dan fisika.
Ia pernah menulis al-Qanun
al-Mas’udi, karya tentang planet-planet atas
dukungan Sultan Mas ’ud dan dihadiahkan kepadanya. Buku ini merupakan
ensiklopedi astronomi yang paling besar, tebalnya lebih dari 1.500 halaman. Di
dalamnya ia menentukan puncak gerakan matahari, memperbaiki temuan Ptolemeus.
Al-Biruni juga pernah tinggal dan bekerja untuk sebagian besar hidupnya di istana Sultan Mahmud, dan putranya, Mas’ud. Selama bergaul itulah al-Biruni banyak menghasilkan karya-karya astronomi dan matematika.
Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi terhadap dunia sains. Karya-karya peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap berbagai disiplin sekaligus.
Al-Biruni juga pernah tinggal dan bekerja untuk sebagian besar hidupnya di istana Sultan Mahmud, dan putranya, Mas’ud. Selama bergaul itulah al-Biruni banyak menghasilkan karya-karya astronomi dan matematika.
Al-Biruni telah memberikan sumbangan multidimensi terhadap dunia sains. Karya-karya peninggalannya adalah bukti keluasan ilmunya terhadap berbagai disiplin sekaligus.
Selain mendapat pujian dari ummat Islam,
al-Biruni juga mendapatkan penghargaan yang tinggi dari bangsa-bangsa Barat.
Karya-karyanya melampaui Copernicus, Isaac Newton, dan para ahli Indologi yang
berada ratusan tahun di depannya. Baik ulama maupun orientalis sama-sama
memujinya.
Salah satu bentuk apresiasi ilmuan dunia hingga saat ini adalah pada tahun 1970, International Astronomical Union (IAU) menyematkan nama al-Biruni kepada salah satu kawah di bulan. Kawah yang memiliki diameter 77,05 km itu diberi nama Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni Crater).*
Salah satu bentuk apresiasi ilmuan dunia hingga saat ini adalah pada tahun 1970, International Astronomical Union (IAU) menyematkan nama al-Biruni kepada salah satu kawah di bulan. Kawah yang memiliki diameter 77,05 km itu diberi nama Kawah Al-Biruni (The Al-Biruni Crater).*
Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana
Istitut Studi Islam Darussalam Gontor Ponorogo
Red: Cholis Akbar